SELAMAT DATANG

"Semoga artikel tentang adventure atau perjalanan ini bermanfaat bagi pembaca"
!!!,,Selamat membaca,,!!!

Membuat BIVAK

Rumah Sementara Di Hutan Belantara


Bivak tempat berteduh dan bermalam di belantara. Sepintas lalu memang terkesan seadanya. Membuat tempat perlindungan jadi penting ketika terjadi hal-hal darurat. Padahal, bivak tak hanya dibuat ketika darurat saja, tetapi juga dipakai pada saat membuat camp sementara. Faktor kenyamanan juga turut berbicara di sini. Pastinya, membuat bivak tidak ada bedanya dengan kita membuat rumah dalam kehidupan sehari-hari. Dan jangan lupa, sering-sering berguru pada masyarakat lokal dan suku-suku di pedalaman.

Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan ketika kita memutuskan untuk membuat bivak, yaitu jangan sekali-kali membuat bivak pada daerah yang berpotensi banjir pada waktu hujan. Di atas bivak hendaknya tak ada pohon atau cabang yang mati atau busuk. Ini bisa berbahaya kalau runtuh. Juga jangan di bawah pohon kelapa karena jatuhnya kelapa bisa saja terjadi tiba-tiba.

Di daerah tempat kita akan mendirikan bivak hendaknya bukan merupakan sarang nyamuk atau serangga lainnya. Kita juga perlu perhatikan bahan pembuat bivak. Usahakan bivak terbuat dari bahan yang kuat dan pembuatannya baik, sebab semuanya akan menentukan kenyamanan.
Menurut N.S. Adiyuwono, seorang penggiat alam terbuka, bahan dasar untuk membuat bivak bisa bermacam-macam. Ada yang dibuat dari ponco (jas hujan plastik), lembaran kain plastik atau memanfaatkan bahan-bahan alami, seperti daun-daunan, ijuk, rumbia, daun palem, dan lainnya. Tapi yang paling penting, kesemua bahan dasar tadi sanggup bertahan ketika menghadapi serangan angin, hujan atau panas.

Selain bahan yang bermacam-macam, bentuk bivak pun amat beragam. Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan. Tak harus berbentuk kerucut atau kubus, modelnya bisa apa saja. Ini amat bergantung pada kreativitas kita sendiri. Membuat bivak merupakan seni tersendiri karena kreasi dan seni seseorang bisa dicurahkan pada hasilnya.

Sebagai contoh, o­ne man bivak. Pembuatannya dengan menancapkan kayu cagak sebagai tiang pokok yang tingginya sekitar 1,5 meter. Letakkan di atasnya sebatang kayu yang panjangnya kira-kira dua meter. Ujungnya diikat kuat yang biasanya memakai patok. Lalu sandarkan potongan kayu yang lebih kecil di atasnya, yang berfungsi untuk menahan dedaunan yang akan jadi atap ”rumah” kita.

Bentuk lain dari alam yang bisa dimanfaatkan sebagai bivak yaitu gua, lekukan tebing atau batu yang cukup dalam, lubang-lubang dalam tanah dan sebagainya. Apabila memilih gua, Adiyuwono mewanti-wanti agar kita bisa memastikan tempat ini bukan persembunyian satwa. Gua yang akan ditinggali juga tak boleh mengandung racun. Cara klasik untuk mengetahui ada tidaknya racun adalah dengan memakai obor. Kalau obor tetap menyala dalam gua tadi artinya tak ada racun atau gas berbahaya di sekitarnya.

Kita juga bisa memanfaatkan tanah berlubang atau tanah yang rendah sebagai tempat berlindung. Tanah yang berlubang ini biasanya bekas lubang perlindungan untuk pertahanan, bekas penggalian tanah liat dan lainnya. Pastikan tempat-tempat tersebut tidak langsung menghadap arah angin. Kalau terpaksa menghadap angin bertiup kita bisa membuat dinding pembatas dari bahan-bahan alami. Selain menahan angin, dinding ini bertugas untuk menahan angin untuk tidak meniup api unggun yang dibuat di muka pintu masuk.

TEKNIK SURVIVAL


Teknik Survival - DIKTAT


Guna bertahan hidup di dalam situasi sulit, kita harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar kita dari apa saja yang tersedia di sekitar kita. Maka dari itu perlu penguasaan teknik-teknik survival, diantaranya teknik membuat api, teknik membuat shelter, teknik membuat trap, teknik mendapatkan air, teknik membuat jejak dan isyarat.

1. Api

Api tidak hanya berfungsi untuk memasak bahan makanan saja, tetapi juga berfungsi untuk menjaga suhu tubuh kita. Selain itu dengan perapian kita dapat terhindar dari berbagai binatang. Binatang buas yang takut terhadap api antara lain : serigala, harimau, dan sebagainya.

Untuk menghangatkan tubuh, panas api akan lebih efektif menghangatkan tubuh jika kita membuat beberapa api kecil daripada membuat satu api besar.

Perapian yang baik haruslah diatur sedemikian rupa sehingga kayu dapat terbakar secara merata. Dengan penyusunan perapian yang baik dapat memberikan berbagai fungsi. Selain untuk menghangatkan tubuh, memasak, juga dapat dijadikan alat penghalau binatang.

Untuk mendapatkan perapian yang baik, diperlukan kayu/bahan yang kering dan mudah terbakar. Perapian yang baik biasanya dimulai dari ranting-ranting kecil untuk dijadikan fire starter. Untuk selanjutnya dapat dilanjutkan dengan kayu-kayu yang lebih besar.

Untuk mendapatkan api selain menggunakan alat khusus (korek api/pematik), juga dapat dilakukan dengan cara tradisional. Seperti menggesek-gesekan bahan kering dengan bahan kering lainnya. Letak keberhasilan pembuatan api tradisional yaitu dalam bentuk batang dan jenis bahan/kayu serta carayang dilakukannya.
Teknik Membuat Api

Bunga api adalah tahap awal dalam pembuatan api. Selanjutnya ialah mengusahakan untuk menangkap bunga api dengan kawul atau ranting dan daun kering.

1. Mematik

Cara ini dilakukan dengan membenturkan atau menggesekan dua benda keras. Dapat dilakukan dengan dua benda yang sejenis ataupun dengan dua benda yang berbeda jenis. Cara yang dapat digunakan bermacam-macam, yang penting adalah dapat menimbulkan bunga api.

Salah satu caranya adalah dengan memaku kayu bidang datar hingga yang tampak bagian kepalanya saja. Kemudian gesekan/benturkan batu atau logam ke arah kepala paku tersebut. Gesekan dengan sedikit ditekan dan agak cepat hingga menimbulkan bunga api. Kemudian bunga api tersebut dapat ditangkap dengan sabut kering dan sebagainya.

2. Gergaji Api (Fire Saw)

Cara ini membutuhkan tenaga yang cukup besar dan kuat. Cara ini memanfaatkan efek panas akibat gesekan kayu. Metodanya seperti menggergaji kayu dengan kayu lainnya, sehingga menimbulkan bunga api. Biasanya kayuyang digunakan berbeda antara kayu satu dengan kayu yang lainya. Kayu yang dipilih adalah kayu yang empuk sehingga tidak terlalu sulit dalam melakukan penggergajian.

3. Fire Thong

Fire Thong adalah cara mendapatkan api dari sehelai kulit kayu atau rotan kering yang ditarik menyilang di atas sepotong kayu atau rotan kering. Kulit rotan tersebut dililitkan pada sebatang pohon yang empuk, lalu ditarik oleh tangan kanan dan kiri secara bergantian. Pada bagian bawahnya diberi sabut, kawul, atau dedaunan keringyang siap menangkap bunga api.

2 Shelter

Shelter ditujukan untuk melindungi survivor dari pengaruh alam, seperti panas, hujan, angin, dan dingin. Perlindungan ini dapat dibangun dari bahan-bahan yang sengaja dibawa ataupun dari bahan-bahan yang tersedia di alam (kayu, dedaunan, dll).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan shelter adalah :

1. Jangan membangun shelter di tempat yang riskan tergenang air (banjir), seperti di tepi sungai. Walaupun tempat itu terlihat bersih dan kering, akan sangat berbahaya apabila datang hujan.
2. Usahakan dalam pembuatan shelter tidak dibawah pohon yang berdahan rapuh atau di bawah pohon kelapa. Karena dapat membahayakan jika dahan rapuh atau buah kelapa itu jatuh menimpa shelter kita.
3. Tidak di tempat yang dicurigai sebagai sarang binatang buas atau sarang nyamuk/serangga. Karena dapat mengganggu kenyamanan beristirahat.
4. Bahan pembuat shelter harus kuat dan pengerjaannyapun sebaik-baiknya, karena akan mempengaruhi dalam kenyamanan kita.

Contoh barang bawaan yang dapat dijadikan shelter adalah ponco ataupun plastik berukuran kurang lebih 2×2 meter. Karena shelter yang dibangun dari ponco atau plastik kurang sempurna, maka dari itu selain memperhatkan empat hal diatas, perlu memperhatikan arah angin bertiup. Sehingga arah angin bertiup dapat dihalau olehshelter yang kita bangun.

Menembus Rimba Raya Kalimantan



Kolonel yang mulia dan terhormat. Kami kiranya sudah berada jauh sekali ketika surat ini Anda baca…”

-Surat Yohanes kepada Kolonel Hindia Belanda di Borneo (Kalimantan)-

Empat orang serdadu Hindia Belanda dinyatakan hilang ketika apel sore di sebuah benteng pertahanan Belanda di tengah-tengah belantara Kalimantan. Dua Swiss, satu Belgia, dan satu Indo-pribumi.

Schlickeisen, orang Swiss, kelahiran Steinbach, wilayah bagian Glarus, usia 21 tahun. Anak seorang pendeta
Wienersdorf, orang Swiss, kelahiran Winterthur, wilayah bagian Zurich, usia 23 tahun. Anak seorang guru besar ilmu alam.
La Cueille “der Wallon”, orang Belgia, kelahiran Cheratte, Provinsi Liege, usia 26 tahun. Anak seorang buruh tambang batu bara di Jupille.
Yohanes, orang Indo-pribumi, kelahiran Padang, Sumatera, usia 30 tahun. Ayah tidak diketahui, Ibu orang Nias.

Empat orang biasa yang akan ditakdirkan untuk mengalami petualangan terhebat sepanjang hidup mereka di belantara Kalimantan yang ganas di penghujung abad 19.

Disulut oleh ketidak puasan Schickeisen dan Wienersdorf yang merasa di bohongi ketika ditawari pekerjaan sebagai serdadu di Hindia Belanda. Maka keduanya sepakat untuk melarikan diri, desersi kembali ke pangkuan ibu pertiwi, negeri Swiss. Yohanes yang juga tidak puas dengan perlakuan pemerintah Hindia Belanda turut bergabung dengan mengajak seorang “pemabuk tua”, si orang Wallon, Le Cueille.

Maka terkumpullah 4 orang serdadu yang sebentar lagi akan menjadi mantan serdadu, para desersi, orang-orang yang dijadikan buruan.

Ide jitu yang ditawarkan oleh Yohanes akhirnya membawa mereka berhasil melarikan diri dari benteng, suatu tindakan yang sangat sempurna kalau tidak dikacaukan oleh si pemabuk La Cueille yang berteriak memaki disaat terakhir mereka melewati gerbang. Kacaulah semua siasat Yohanes yang segera menjadi pemimpin para desersi ini. Siasat yang seharusnya membawa mereka ke laut lepas Pasifik dan Singapura, menjadi perjalanan menyusuri rimba raya kalimantan yang ganas.

Dengan terpaksa ke empat petualang Eropa dan 3 orang Dayak mengubah rencana mereka. Menyusuri sungai Kalimantan menuju negeri para pengayau (pemenggal kepala) diikuti oleh sepasukan pimpinan sang Kolonel Belanda yang bersumpah untuk membawa mereka kembali, hidup maupun mati.

Segera perjalanan mereka melarikan diri menjadi sebuah petualangan hidup dan mati. Dari belakang sepasukan serdadu Hindia Belanda yang terlatih dipimpin oleh sang Kolonel sendiri dengan dibantu oleh Temenggung Nikodemus Jaya Negara, seorang raja Dayak yang disegani mengejar dengan persenjataan lengkap. Dari depan adalah para Dayak pengayau, penduduk asli pulau kalimantan yang menganggap pemenggalan kepala adalah seni, isi kepala manusia adalah makanan lezat dan batok kepala adalah souvenir berharga, apalagi batok kepala orang kulit putih.

Menyamar sebagai orang Dayak dengan membalur tubuh putih mereka dengan suatu zat pohon yang berwarna coklat perunggu. Petualangan membawa mereka bertarung dengan ular piton boa konstriktor dan para buaya yang semuanya berukuran raksasa. Mengalami perang dengan orang Dayak asli yang sangat ganas dan menyelamatkan beberapa desa dari penyerangan bangsa liar menjadikan mereka para Conquetadores abad 19. Bahkan petualangan membawa mereka menjadi saudara kepala suku Punan, suku Dayak pengayau yang paling ganas, Harimau Rimba.

Bersama-sama dengan Harimau Rimba, ke-empat petualang Eropa yang menyamar sebagai orang Dayak ini merasakan bagaimana kejamnya perang antar suku di pedalaman Kalimantan dan serakahnya pemerintahan Kolonial Hindia Belanda dalam mengeruk dan memperbudak kekayaan alam Kalimantan.

Selama 70 hari, petualangan demi petualangan dialami mereka, baik yang lucu, seru, mengharukan, menyeramkan, serta hampir merengut nyawa mereka.

Sebagai seorang Belanda yang berprofesi sebagai serdadu dan pegawai Hindia Belanda di Kuala Kapuas, Kalimantan, Michael Theophile Hubert (M.T.H) Perelaer (1831-1901) pengarang buku ini cukup obyektif dalam memandang pendudukan Kolonial Belanda atas pulau Kalimantan. Dia tidak melulu mencela suku Dayak yang ganas dan kejam tetapi juga mengkritik pemerintah Kolonial Belanda. Suatu tindakan yang cukup berani mengingat kedudukannya sebagai opsir Belanda kala itu. Buku ini adalah salah satu karya Perelaer selain sebuah buku yang membahas tentang adat-istiadat Dayak dalam Etnographische Beschrijving der Dajaks (1870) dan sebuah novel roman kategori opiumroman (mungkin maksudnya roman yang memabukkan), Baboe Dalima.

Sedikir berbeda dengan karya besar Karl May tentang nusantara yang mengambil latar Aceh, “Damai di Bumi” (diterbitkan oleh KPG). Karya M.T.H Perelaer ini lebih terasa mengalir, menegangkan, dan secara historis cukup akurat. Karya Karl May walaupun sangat menarik dan menawan tapi terkadang tidak akurat secara historis dan terasa terlalu romantis dalam memandang situasi dengan bahasanya yang mengawang-awang. Sedangkan karya Perelaer ini walaupun fiksi tapi sangat tepat dalam penggambar keadaan alam, tokoh (beberapa tokoh yang dimunculkan benar-benar tokoh historis yang pernah hidup), adat istiadat dan istilah-istilah. Ini dimungkinkan karena Perelaer adalah seorang pengamat dan antropolog yang berdedikasi selain sebagi seorang opsir Belanda. Bahkan dalam novel ini dijabarkan tentang kenapa Kalimantan suka disebut orang Eropa dengan nama Borneo dan bagaimana adat pemenggalan kepala dilakukan.

Seperti yang diakui oleh Helius Sjamsuddin, penerjemah novel ini yang juga pernah menyusun disertasi mengenai keadaan di Kalimantan Selatan dan Kalimanatan Tengah di tahun 1859-1906, “Memang novel ini tidak persis menggambarkan budaya maupun kehidupan sosial-politik masyarakat Dayak masa itu, karena tidak dimaksudkan sebagai tulisan sejarah, namun lukisannya tentang alam dan rimba raya Kalimantan beserta isinya benar-benar prima…”.

Lalu bagaimana akhir petualangan mereka, berhasilkah mereka keluar dari kejaran para serdadu Belanda dan kepungan para pemenggal kepala? Untuk itu saya sarankan anda untuk membaca sendiri novel yang seru dan menakjubkan ini. Saya yakin kalau anda menyukai petualangan, maka buku ini akan membawa anda bertualang ke rimba Kalimantan yang ganas.

“Semoga Tuhan menuntun mereka! Mereka orang-orang yang gagah berani.”

WISATA INDONESIA

  1. Pulau Moyo, Nusa Tenggara Barat
    Sebagian pula yang terletak 1,5 km arah Utara lepas pantai Pulau SUmbawa ini masih tertutup hutan, namun dibagian tengahnya terhampar padang rumput yang cukup luas. Hamparan pasir putih dan indahnya terumbu karang serta ikan warna-warni yang menghias pantai serta laut, dijamin membuat kita terkagum-kagum.
    Selain itu, air tawar yang mengalir di sungai-sungai dengan begitu melimpahnya, lengkap dengan air terjun serta kolam-kolam alami, sudah pasti menambah keindahan pulau ini. Sebuah resor mewah, Amanwana pun telah telah didirikan untuk melayani wisatawan. Konon, tokoh-tokoh ternama seperti Lady Di dan Mick Jagger sudah pernah menginap disana.


  1. Desa Ubud, Bali
    Julukan ‘Heaven for Spa Lovers’ tepat diraih desa yang terkenal dengan budaya, keunikan citarasa dan kealamiannya ini. Para pasangan baru akan mendapat ketenangan jiwa raga dengan melihat pemandangan pegunungan yang hijau dan indahnya sawah bertingkat.
    Desa ini juga diyakini bisa memberikan inspirasi dan sejuta ketenangan. Tempat ini dirasa benar-benar cocok untuk semua orang yang mendambakan kadamaian dan ketenangan.


  1. Taman Laut Bunaken, Manado, Sulawesi Utara
    Bunaken adalah sebuah pulau di Teluk Manado, nah di sekitar pulau tersebut terdapat Taman Laut bunaken yang eksotis. Taman laut ini merupakan salah satu laut yang memiliki biodiversitas kelautan tertinggi di dunia lho. Tak heran aktivitas scuba diving menarik banyak pengunjung (wisatawan).
    Bagi pasangan yang menyukai pantai lengkap dengan segala aktivitasnya, Bunaken merupakan tempat yang tepat untuk kamu. Apalagi ada resor yang berlokasi sangat strategis dengan pemandangan alam Bunaken yang indah.



  1. Kampung Sampireun Garut
    Jika Anda menginginkan bulan madu yang kental dengan suasana pedesaan Sunda yang lengkap dengan bale-bale, masakan Sunda, musik Sunda, maka Kampung Sampireun bisa menjadi pilihan Anda.
    Kampung Sampireun terletak di Ciparay, desa Sukakarya, Garut, Jawa Barat. Kampung Sampireun ini menawarkan semua kesederhanaan sekaligus kenyamanan fasilitas yang Anda butuhkan untuk bulan madu Anda. Dengan pemandangan yang indah dan lingkungan yang tenang, udara bersih dan segar itu menjadikan resort ini tempat yang tepat untuk pasangan yang ingin berbulan madu. Saat Anda tiba di sana, sajian alam pertama yang dapat Anda nikmati adalah pemandangan sebuah danau dengan rumah-rumah berdinding bambu yang menjorok di atas danau begitu tiba di lobi. Dominasi antara bambu dan kayu menjadi unsur dominan di dalam dan luar ruang pondok Kampung Sampireun ini.



5. Nusa Dua – Bali
Kalau di Kuta kita biasa liat sunset, di Nusa Dua kita bs berburu sunrise. rimbun dengan hotel2 mewah yang langsung berada di bibir pantai, tempat ini enak buat bulan madu (apalagi relatif lebih sepi jika dibanding dengan kuta). Lantaran banyak hotel mewah itulah, akhirnya tempat ini pun nampak kali ke-elit-annya.
Nusa Dua berlokasi di ujung selatan Bali menghadap ke timur, 10 km/20 menit dari airport. Di sekeliling pantai, kontur jalan naik turun dengan batu karang gamping dimana2. masyarakat sekitar banyak yang berprofesi sebagai petani rumput laut. Fyi, menurut Biro Pusat Statistik sebagaimana dituliskan oleh sebuah sumber, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor rumput laut yang cukup penting di Asia, dan 2.5% produksi rumput laut di Indonesia berasal dari hasil budidaya Eucheuma spinosum di Bali.




ADVENTURE INDONESIA


Pelancong sudah lama terinspirasi oleh roman Bali, Lombok, Pulau Jawa dan Toraja Highland dikombinasikan dengan satwa liar yang eksotis dari mitos orangutan di Borneo dan Komodo menakutkan.
Perjalanan penemuan khusus ini menunjukkan yang terbaik di Bali, Lombok, Jogyakarta dan Toraja Highland tawarkan dari petak sawah dan gunung berapi yang menjulang ke megah, tropis, pantai berpasir. Anda dapat menyaksikan adat istiadat setempat yang unik dan kerajinan tangan seperti tenun tradisional dan tembikar, dan mengunjungi orang-orang asli Sasak di Lombok atau seni & budaya unik dan pemandangan yang luar biasa Toraja Highland.
Dari sana, kita pindah ke bagian timur Indonesia Borneo, Kalimantan yang tak terlupakan Perkasa pelayaran di Sungai Mahakam untuk memenuhi menetap suku Dayak di sepanjang Sungai Mahakam dan anak sungai itu. Sementara di bagian tengah selatan, kami mengajak anda untuk bertemu dengan orangutan, salah satu yang terdekat manusia yang hidup pada hewan kerabat kerajaan, yang hidup bebas di habitat asli mereka.
Anda dapat memilih cara terbaik untuk menemukan semua hal di atas; pada sekunar Phinisi tradisional, di bus, dengan kaki sendiri, di sebuah siklus, di perahu sungai tradisional atau di rumah kapal.

Sebuah negara yang luar biasa dan beragam keindahan, membentang 5.151 km antara benua Asia dan Australia dan membagi Pasifik dan Samudra Hindia di khatulistiwa, Indonesia adalah kepulauan terbesar dan yang kelima negara terpadat di dunia dengan sekitar 200 juta jiwa.
Dari negara 17.508 pulau, hanya dihuni 6.000 dan 992 termasuk menetap secara permanen lima pulau utama: Sumatra (473.606 km persegi), Kalimantan atau Borneo (539.460 km persegi), Sulawesi (189.216 km persegi), Irian Jaya (421.981 persegi km) dan yang paling penduduk Pulau Jawa (132.187 km persegi).
Indonesia mencakup pikiran-stupefying ekstrem: 4.884 meter yang tertutup salju puncak Carstensz Pyramid Irian Jaya, dataran rendah yang subur dan hutan hujan tropis pegunungan dengan satwa endemik itu seperti mistik Orangutan, Harimau Sumatera, World Tarsius monyet terkecil Spektrum, Badak Jawa , Pohon kanguru, terbesar di dunia yang menakutkan kadal Komodo Dragons, burung dll, yang lebih banyak daripada seluruh benua Afrika, gelisah gunung berapi, hutan primitif suku-suku, eksotis seni & budaya, musik tradisional, situs sejarah, danau, cagar alam, kelas dunia kebun dan karang laut dan tersenyum orang membuat ndonesia yang paling kompleks satu bangsa di dunia dan salah satu tujuan wisata terbaik di Bumi.

GUNUNG CIREMAI


Gunung Ciremai (3.078 mdpl) merupakan gunung api aktif bertipe Strato, berada di tiga kabupaten, yakni Cirebon, Kuningan dan Majalengka. Gunung ini pun merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ceremai (TNGC) seluas 15.000 hektare. Gunung Ciremai memiliki dua kawah utama, Kawah barat dan Kawah Timur, serta kawah letusan kecil, Gua Walet.

Secara geografis puncaknya terletak pada 6°53'30"LS dan 108°24'00"BT. Letusan terakhirnya tercatat pada tahun 1973. Gunung Ciremai dapat didaki dari arah timur melalui Linggarjati (580 m.dpl), dari arah selatan melalui Palutungan (1.227 m.dpl) dan dari arah barat melalui Maja (lewat Apui dan lewat Argalingga).

PENDAKIAN GUNUNG CIREMAI


Jalur Linggarjati dan jalur Palutungan adalah jalur yang paling banyak dilalui, merupakan jalur yang dianjurkan pengelola kawasan di sekitar Gunung Ciremai. Tentu saja karena jalurnya yang landai dan relatif jelas.

Bagi Rachmat Sofyan, anggota Wanadri yang terbiasa melewati ketiga jalur tersebut, pilihan menuju puncak hendaknya di dasarkan pada kebutuhan dan kemampuan personil. “jika ingin cepat kita bisa memilih jalur apuy yang terjal atau jika ingin santai, kita bisa memilih jalur Linggarjati atau palutungan” ungkap Rahmat Sofyan yang biasa disapa ‘asep’.

Desa Linggarjati merupakan salah satu jalur pendakian ke Gunung Ciremai. Dari Cirebon atau Jakarta, kita naik bus jurusan Kuningan dan turun di Terminal Cilimus atau di pertigaan menuju pusat Desa Linggarjati. Perjalanan ke Desa Linggarjati diteruskan dengan minibus. Di daerah Linggarjati terdapat Kantor Balai TNGC, yang merupakan akses utama menuju kawasan.

“di banding jalur Palutungan, jalur Linggarjati lebih curam dan sulit, dengan kemiringan sampai 70 derajat. Di jalur ini air hanya terdapat di Cibunar”, ujar Rahmat menambahkan.

Persediaan air pergi-pulang hendaknya dipersiapkan di Cibunar –salah satu pos-- , karena setelah ini tidak ada mata air lagi. Dari Cibunar, kita mulai mendaki melewati perladangan dan hutan Pinus, untuk tiba di Leuweung Datar (1.285 mdpl), Condang Amis (1.350 mdpl), Blok Kuburan Kuda (1.580 mdpl), Pengalap (1.790 mdpl) dan Tanjakan Binbin (1.920 mdpl). Lalu Tanjakan Seruni (2.080 mdpl), dan Bapa Tere (2.200 mdpl), untuk selanjutnya tiba di Batu Lingga (2.400mdpl), dimana terdapat sebuah batu cukup besar ditengah jalur.

Dari Batu Lingga kita akan melewati Sangga Buana Bawah (2.545 mdpl) dan Sangga Buana Atas (2.665 mdpl), selanjutnya kita akan sampai di Pengasinan (2.860 mdpl). Di sekitar Pengasinan akan dijumpai Edelweis Jawa (Bunga Salju) yang keberadaannya semakin langka.

“Pendakian dari jalur Linggarjati membutuhkan waktu 8-11 jam dan 5-6 jam untuk turun, karenanya kita harus mendirikan tenda di perjalanan. Untuk itu perlengkapan tidur (sleeping bag, tenda dsb), dan perlengkapan masak menjadi sebuah keharusan” ujar Rahmat yang masuk Wanadri pada tahun 1993.

Sedangkan Jalur Palutungan tidak securam Linggarjati, tetapi perlu tambahan waktu 2-3 jam. Kesana bisa dicapai dari Terminal Kuningan langsung menuju Desa Palutungan. Dari Palutungan pendakian diteruskan ke Cigowong Girang (1.450 mdpl), berlanjut ke Blok Kuta (1.690 mdpl) dan Blok Pangguyungan Badak (1.790 mdpl).

Jika dirasa fit, perjalanan dilanjutkan melewati Blok Arban (2.030 mdpl), Tanjakan Assoy (2.108 mdpl). Blok Pesanggrahan (2.450 mdpl), Blok Sanghyang Ropoh (2.590 mdpl), berujung pada pertigaan (2.700 m.dpl) yang menuju ke Apui dan ke Kawah Gua Walet. Dari pertigaan kita menuju Kawah Gua Walet (2.925 m.dpl) untuk mengambil air dan berlanjut ke puncak Ciremai, yang letaknya tidak begitu jauh.

Rute ketiga; jalur Apuy merupakan jalur paling menantang. Untuk mencapainya, bisa dilakukan dari kota Cirebon dengan naik bus menuju Majalengka, berlanjut dengan naik minibus ke Desa Maja (556 m dpl), lalu ke Desa Cipanas tempat kampung Apuy (1.100mdpl) berada.

Awal pendakian dimulai dari perladangan dan hutan produksi untuk sampai di Berod selama 3-4 jam perjalanan. Perjalanan diteruskan menuju ke Simpang Lima(Perempatan Alur), lalu Tegal Mersawah yang mengarah ke Pangguyangan Badak.

Selanjutnya perjalanan diteruskan ke Tegal Jumuju (2.520 m dpl) yang jaraknya tak begitu jauh dari Sanghyang Rangkah, lokasi yang merupakan tempat pemujaan. Dari sini perjalanan kita teruskan menuju ke Gua Walet (2.925 m dpl).

“Gua walet merupakan bekas letusan berbentuk terowongan. Disini kita biasa mendirikan tenda karna tersedia air bersih. Esok harinya kita bisa menuju ke Tepi Kawah (3.056 m dpl) dan Langsung ke puncak”, pungkas Rahmat yang merupakan angkatan Tapak Lembah Wanadri.